Waktu masih tinggal di Penang, rasanya segala makanan (yang nggak ada) saya pengen 😀
Termasuk si wonton alias dumpling alias pangsit isi ini 🙂
Continue reading “[Resep] Pangsit Goreng Isi Udang dan Ayam (Chinese Fried Wonton)”
“You don’t have to cook fancy or complicated masterpieces, just good food from FRESH ingredients”-Julia Child
Waktu masih tinggal di Penang, rasanya segala makanan (yang nggak ada) saya pengen 😀
Termasuk si wonton alias dumpling alias pangsit isi ini 🙂
Continue reading “[Resep] Pangsit Goreng Isi Udang dan Ayam (Chinese Fried Wonton)”
Disclaimer: #Latepost wiken kemaren 😁
Setelah sebulan lebih ninggalin rumah for the sake of diklat yang judulnya wajib ‘ain buat anak baru plus pembinaan semi militernya yang bener-bener traumatis dan ninggalin bekas (muka gosong-red), akhirnya ketemu lagi sama wiken.
Wiken pertama setelah sebulan lebih ninggalin rumah, saya isi dengan facial, main sama Alma, dan males-malesan 😁 Masak aja malessss, hehe..
Setelah hampir 3 bulan hibernasi nggak ambil foto dan nggak nulis resep, alhamdulillah bisa kembali ‘sedikit’ produktif menghasilkan resep ini, lengkap beserta foto 😁
Resep ini spesial karena 2 hal.
Duluu banget, jaman sebelum nikah, sebagai penikmat good food, suka banget ‘nongkrong’ di d’Risol, homy cafe di daerah taman Citarum, Bandung.
Bukan cuma soal menu makanan dan minuman yang memang enak dan harga yang terjangkau untuk ukuran cafe di tengah kota, this place has more.
Continue reading “[Resep] Homemade Oxtail Soup (Sop Buntut Sapi)”
Resep pertama di tahun 2015 😉
Sudah hampir 6 bulan saya sama Alma “menetap sementara” di Bandung, cukup beralasan karena memang ada keperluan yang waktunya kurang bisa diprediksi. Gimanapun, yang terpenting adalah semua hasil kesepakatan sama si Ayah 😊 #eh kok malah curhat 😅
Ok balik lagi 😁
Cukup lamanya saya sama Alma meninggalkan Penang, ternyata bikin saya kangen sama satu jenis makanan Jepang yang waktu awal saya coba, langsung jatuh cinta sama rasanya 😍
Continue reading “[Resep] Homemade (Assorted) Mushroom Soup”
This is a story of a girl and her mother. A week(end)ly story of an elementary school girl, the only daughter in the family: Going (involuntarily) to the traditional market with her mother.
Continue reading “[EF #2] The (Once) Little Girl’s Unexpected Dream”
Ramadhan tahun 2014 kemarin, berasa banget lagi merantau-nya. Setiap hari harus putar otak menyusun menu buka puasa plus takjilnya.
Kalau yang udah expert sih nggak masalah mungkin ya, tapi saya kan ‘chef’ amatiran yang terjun ke dapur karena kekuatan ‘terpaksa bin kepepet’, hehe 😝
Tapi nggak apa-apa juga sih, lama-lama masak tuh jadi semacam hobi buat saya. Betah di dapur, betah coba resep sana sini, betah berantakin, tapi nggak betah beres-beresnya 😝 hihi..
Inget banget pertama kali mutusin bikin menu ini, awalnya karena kebingungan gimana lagi mau ngolah ayam kampung selain bikin sup, hehe 😁
Waktu itu Alma masih umur setahunan, jadi kemampuan mengunyahnya juga masih level beginner lah ya, hihi.. 😄
Otomatis kalau ayam kampung begini, yang notabene lebih alot kalau dimasak, saya lebih memilih untuk cari menu rebus supaya ayamnya lebih empuk. Pertimbangan lain, ayam kampung yang dibeli segar (masih dalam keadaan hidup dan dipotong saat ada yang beli), bakal enak bangettt bangetttt kalau jadi kaldu alias direbus. Super deh gurihnya 😉
Sekitar 1 bulan lalu, ada beberapa gambar produk makanan yang ramai dapat respon mengagetkan di media sosial. Makanannya sih biasa.. bahkan terlihat cukup ‘akrab’ dikonsumsi anak-anak.
Terus, apa yang bikin kaget?
Ternyata di labelnya tercantum tulisan:
Disarankan tidak dikonsumsi oleh anak di bawah lima tahun, ibu hamil, dan ibu menyusui.
Jreeeeng!
Omelet!
Menu ‘standar’? Tunggu dulu.. Ini bukan omelet biasa 😉
Masih bicara seputar kebutuhan zat besi anak dan daging merah sebagai salah satu sumber zat besi ‘terbaik’ (intip cerita saya soal ini di tulisan sebelumnya), menu ini ceritanya gak sengaja jadi menu ‘wajib’, hehe.
Continue reading “[Resep] Omelet Daging Cincang (Beef Omelette)”
Sebelumnya, saya selalu masak daging dalam bentuk daging cincang buat Alma. Tapi lama-lama, kok ya cape juga harus terus menerus giling daging. Maklum, gak punya food processor niih, yang ada cuma chopper yang kapasitasnya kecil, 100 gram saja setiap kali giling. Capeee kalau giling daging 250 gram buat stok harus sampai 3 kali kerja, “Buuu..berisik”, kata Alma, hehe.
Bukan cuma cape dan berisik, membersihkan chopper-nya setelah dipakai giling juga lumayan susah, sisa daging nyelip dan nyangkut di bagian-bagian kecil yang susah dijangkau untuk dibersihkan.
Alasan terakhir, yaa pengen eksperimen juga dengan menu lain yang tanpa digiling, biar gak bosen juga kaan 😉 Hehe.. Sebenarnya sih biar gak bosen dan gak ribet harus bikin menu lain buat Ayah-Bubu, biar bisa sekalian kaan menu nya dimakan bertiga.. Praktis ;p hihi..
Nah, kenapa sih ‘ribet’ amat ‘memaksakan diri’ untuk masak daging buat anak?
Duluuu sekali, waktu Alma baru mulai mengenal makanan padat, MPASI, rasanya setiap bulan selalu ribet memikirkan soal kenaikan berat badannya. Apalagi, setelah menginjak umur 1 tahun, dan setelahnya. Berat badannya hampir selalu kurang dibanding anak lain seumurnya.
Sempat ngobrol dengan beberapa teman terdekat dan di forum-forum, katanya ada beberapa kemungkinan penyebab berat badan anak susah naik, salah satu di antaranya adalah kekurangan zat besi. Biasa lah yaa, namanya anak pertama, ada apa-apa sedikit, langsung panik, hihi.. Maklum emak-emak rempong ;p Sampai-sampai dibawa ke dokter, dan setelah di-skrining dan diperiksa, dokternya bilang, “I just don’t know what to do with your child, she’s completely fine and healthy“. Anak kurus gak selalu identik dengan gak sehat, begitu juga sebaliknya, kata dokter 🙂 Hhh.. Lega lah yaa, sadar diri aja.. Gimana anak mau gede badannya kalau emak bapaknya cungkring? Hehe.. 😀
Tapiiii… gak ada salahnya juga kan mencari tau kebenarannya. Hikmahnya, saya jadi mencari tau segala sesuatu yang berkaitan dengan zat besi, khususnya untuk anak balita, dan saya coba rangkum disini 🙂
Sumber protein dari daging, ayam, ikan, udang, tahu, tempe? Checked. Selain tahu tempe, kacang-kacangan jarang sekali saya masak karena saya kurang doyan ;p hihi.. Ini pe-er saya selanjutnya, sekarang bahas cumi dulu 😀
Continue reading “[Resep] Homemade Crumbed Calamari (Cumi Goreng Tepung Panir)”
Apakah yang terbayang setelah mendengar kata-kata “bahan kimia” dan “reaksi kimia”?
Sekumpulan botol-botol seperti di atas?
Seseorang dengan jas lab yang sedang memegang tabung reaksi dan erlenmeyer yang berisi cairan warna-warni, lalu dicampur dan tiba-tiba meledak?
Berhubung saya ada keturunan Minang, masakan Khas Sumatera Barat ini biasa jadi menu harian di rumah Mama di Bandung. Mama sebetulnya jarang masak menu yang terkenal dengan santan dan pedasnya ini, cuma sesekali aja. Mama lebih jago masak makanan khas Sunda karena duluu banget awal belajar masak memang masakan Sunda, mengingat Papa memang orang Sunda asli. Tapi.. karena Ibu (nenek saya) orang Minang asli yang memang jago masak, secara gak langsung bukan cuma dapat ilmu gratis, tapi juga sekalian makanannya, hihi 😀
Akhirnyaaaaaa masak salmon lagi setelah sekiaaaaaan lama 😀
Sebenarnya, Alma kurang suka makan salmon (sama kaya Bubunya), beda sama Ayah yang doyan banget sama makanan satu ini. Dulu sih yaa, alhamdulillah banget kalau Alma kurang suka, secara satu potong salmon seberat 250 gram harganya hampiiiir sama kayak ayam kampung 1 ekor, heu.
Continue reading “[Resep] Homemade Salmon Steak with Cheese Sauce”
Kali ini saya mau sharing resep makanan a la restoran siap saji Jepang yaitu udang goreng tepung alias Ebi Furai-nya Hoka-Hoka Bento. Yup, saya adalah satu dari sekian banyak penggemar makanan di restoran ini. Tapi sayang, makan di Hokben ngak bisa sering-sering karena bisa dengan mudahnya bikin dompet kempes, hehe.
Termasuk ebi furai ini, yang kalau kita beli a la carte harganya Rp. 25.000,00 dengan udang yang cuma 4 ekor saja, belum nasi dan air minum.
Hmmm…padahal kalau di Bandung beli udang mentah setengah kilogram sekitar Rp. 40.000,00 – Rp. 50.000,00 bisa dapat 25-30 ekor alias 7 kali lebih banyak, (hihi, emak perhitungan ;p).
Continue reading “[Resep] Homemade Ebi Fry (Udang Goreng Tepung Panir a la Hokben)”
Pencarian saya terhadap makanan ini berawal dari keinginan untuk membuat nugget ayam dalam bentuk yang lebih praktis: skip proses menggiliing ayam dan skip proses mengukus; cukup dengan marinasi-bumbui-balur-goreng. Eh ternyata, jadinya malah chicken steak 😀
Saya termasuk salah satu dari banyak orang yang suka jenis makanan yang digoreng. Menggoreng di rumah jelas lebih sehat karena kita bisa pastikan minyak yang kita pakai adalah minyak yang bersih dan baru. Hal ini penting karena minyak yang dipakai berulang-ulang akan mengalami degradasi atau kerusakan dan bersifat karsinogenik.
Nah, waktu awal belajar masak, saya selalu menemui masalah yang sama dengan makanan yang digoreng: menyerap terlalu banyak minyak sehingga hasil gorengannya ‘basah’ atau malah overcooked dengan batter yang keras. Sampai akhirnya saya menemukan tips deep frying yang menyatakan bahwa inti dari teknik deep fry adalah menjaga suhu minyak tetap panas, yaitu pada suhu 170-180 derajat celcius (340-350 derajat fahrenheit).
Orang Sunda pasti tau banget deh sama makanan satu ini 😉 Tahu dilumat, dibumbui, dikasih rempah dedaunan, terus dibungkus daun pisang dan dikukus.
Dua hal khas yang saya ingat dari pepes tahu buatan Mama adalah, wangi dari daun kemangi dan daun pisang 😊 Tapi sayangnya, di perantauan ini susah buat saya untuk dapat daun kemangi.
Nah, kalau daun pisang sebenernya nggak susah ya buat didapat, cuma atas nama kepraktisan (nggak perlu bungkus satu persatu 😁), saya mengubah cara masak dan ternyata, voila!
Enaknya nggak kalah sama resep aslinya yang dikukus pakai daun pisang 😉 Coba yuk!
Kali ini saya coba sharing resep salah satu ‘cemilan’ (berat) favorit Alma, spaghetti chicken in white sauce alias spageti ayam saus putih (bechamel sauce). Menu ini praktis, enak, mudah dibuat, dan lagi-lagi bisa dijadikan menu one-dish-meal. Alasan lain kenapa saya sering masak menu ini, karena ini adalah menu sarapan favorit Ayah 🙂 katanya sih mirip masakan cafe, hihi.. 😉 Berikut resepnya untuk 2-3 porsi dewasa:
Menu sup adalah menu andalan saya kalau lagi ‘males’ masak. Menu ini praktis karena gak pakai banyak bumbu, mudah dikerjakan, dan yang pasti one dish meal – alias semua lengkap dalam satu menu (lauk, sayur dan bisa juga karbohidrat), menu yang bukan cuma bisa untuk balita tapi jelas bisa dimakan bareng Ayah-Bubu di meja makan :D. Semua tinggal iris dan cemplung, hehe..
- just a simple writing -
I Write to Remind Myself
Random story of Egi
Bangun, Cek Blog, Tidur.
Pray. Eat. Read. Love. Share
Live - Laugh - Inspired
Bacalah dan Menulislah
setiap perjalanan mendewasakan
"a state of cahyani in a stable equilibrium"
Cerita Keluarga Setengah Lusin
Connect, Learn and Have Fun!
writing down stuff in my head
eat, play, work, pray... and sleep!
excessive stories and ideas of Nadia Khaerunnisa
iTravel, iLearn, and iLive
Candu Raun
be BetteR peRsoN
eat, coffee, and travel
A Little Bit Closer To the End
Jelajahi dunia selagi bisa