Never have I expected to set foot once again in one of the Schengen countries.

Berawal dari small talk sama suami yang diundang short research visit, fast forward visa yang selesai H-3 berangkat, menunda online check-in, sampai nangis di hari-H karena Raif masih kurang sehat 🥲🫠Rasanya belum bulet niat dan persiapan buat ninggalin anak3 selama 3 pekan.
Long story short, qodarullah berangkat juga, 34 hrs of long journey, including delayed flights and the train. Alhamdulillah, finally arrived in Kalmar, southern part of Sweden.

Hari pertama, di tengah jetlag dan badan yang masih berasa remuk, sempet pengen pulang karena inget anak3 🥲 Lalu diingetin suami, we had come a loooooooong way, semoga ada hikmah yang bisa diambil.

Besoknya, we’re meeting the Professor, a computational chemist yang ternyata sangat welcome – to me as well. Sempet ngobrol juga soal my ongoing PhD research. Surprisingly, beliau mau bantu diskusi dan suami coba simulasi mekanisme reaksinya pakai fasilitas disana.
Afterwards, dikasih kesempatan juga untuk ikut one of the most sought-after courses in Sweden: Chemistry of bread-making. Seruuuu banget! Definitely one of a kind – unforgettable experiences. Sourdough bread, anyone? 😃


Bukan cuma itu, I also incidentally met the former Dean of the Faculty of Health and Life Sciences of the University. Pleasantly humble and warm, he said that perhaps one day I might have the chance to pursue a post-doc in Europe. It sounded impossible, but well, I just smiled and said, “Who knows?”

On another note, kadang Allah kasih pengalaman yang ‘nggak enak’ buat bikin lebih banyak bersyukur. Kemana-mana mostly harus jalan kaki, susah cari makanan halal, ketemu orang yang hidup sendiri tanpa keluarga – bikin sadar kalau selama ini banyak ‘rezeki’ yang taken for granted.
Apart from that, ngeliat juga penduduk disana yang katanya one of the happiest (Nation) citizens in the world: betapa hidupnya tertata rapi, basic needs terpenuhi, alam cantik langit biru udara bersih, sekolah gratis, akses kesehatan merata, memang mau apalagi sih? MashaAllah, tinggal jalanin hidup.









Bahkan, sempat ketemu juga dengan salah satu pensiunan usia 50an tahun, yang sekarang kerjaannya adalah keliling Eropa naik motor 2000 cc, menikmati hidup. Uang tabungan dan pesangonnya sudah cukup makanya memilih untuk pensiun dini, time for vacation, dia bilang. Work life balance juga terasa banget, katanya ada beberapa bulan yang mereka dapat paid-leave, tetap digaji saat mereka liburan plus dikasih ‘ongkos dan uang saku’ juga – liburannya itu wajib tiap tahun harus ada. Like, WOW.

Di Swedia, orang profesi apapun umumnya bisa kerja sampai usia 69 tahun, kalau masih sanggup. Pegawai itu sendiri yang nentuin dia sanggup/mau berhenti kerja usia berapa. Kami masih ketemu dengan kuli bangunan usia 63 tahun yang masih fit, yang katanya masih mau coba kerja 1-3 tahun lagi, atau bahkan lebih kalau beliau masih merasa kuat. User/company nggak bisa tetiba aja mecat karyawannya. Antara memang penduduknya terlalu sedikit (in total cuma 11 juta-an aja penduduk Swedia) atau memang hak pekerja dihargai begitu tinggi.

Terlepas dari itu, waktu cari suvenir yang khas dari sini, jujur sempet bingung. Ketemu satu toko yang jual artisanal tea and coffee hasil handmade mereka, yang disodorin malah kopi Malabar, itu yang paling best seller katanya. Suami langsung nyeletuk, “It’s originated from our home-country”. Enggak jadi beli. HAHA. Lalu Ibuk yang punya toko komen, “We did not plant anything here, everything is imported”, tapi tetep mereka racik sendiri kopi dan tehnya: ada yang pake rempah/herbs, bunga kering, dan masih banyak lagi. Customized jadinya, terus dikasih merk: Kalmar te (teh dari Kalmar) or Kalmar kaffe (kopi dari Kalmar), dengan kemasan cantik dan tentu harga yang enggak murah. Begitulah. Kami akhirnya beli racikan teh best seller campuran beberapa buah kering tropis dan buah kering khas Eropa, smells wonderful indeed.
Di Indonesia, yang katanya negeri dengan tanah subur, “tongkat kayu dan batu jadi tanaman”, belum lagi SDA-nya yang melimpah, nikel tembaga timah, minyak bumi, gas bumi, geotermal, kain batiknya, songketnya, rempah-rempahnya, you name it – kapan itu semua bisa bikin negara se-besar dan se-kaya ini betul-betul jadi negara maju yang rakyatnya sejahtera merata? :’) One day, hopefully inshaAllah.

On our last day, my husband presentation went well, alhamdulillaah. Initiating more collaborations to come, inshaAllah.
Kalmar, a small, peaceful and beautiful historical city, tack så mycket. Hope to see you again some time in the future. Hej då!
