Posted in Motherhood, Parenting

Tips Menstimulasi Anak Batita untuk Berbicara dan Berkomunikasi

Dari beberapa referensi yang saya baca, speech development atau perkembangan kemampuan berbicara pada anak dipengaruhi oleh nature  (genetika) dan nurture (pola asuh).

Pada porsi tertentu, genetika menentukan intelegensia anak juga perkembangan kemampuan berbicara dan berbahasa, tetapi dalam hal ini lingkungan atau pola asuh memegang porsi/peranan yang lebih besar.

Apakah seorang anak menerima cukup stimulasi di rumah, di daycare/playgroup, atau secara umum di lingkungannya?

Apakah terdapat kesempatan yang cukup bagi anak untuk berkomunikasi dan berpartisipasi?

Umpan balik atau feedback seperti apakah yang diperoleh anak?

Jika memang terdapat masalah perkembangan kemampuan berbicara dan berbahasa pada anak, yang mungkin disebabkan oleh banyak hal, intervensi dini sebaiknya dilakukan untuk mengatasinya.

Seperti pernah saya ceritakan di tulisan sebelumnya, masalah Alma adalah speech and language delay karena kurangnya stimulasi atau lingkungan yang kurang kondusif.

Dokter tumbuh kembang anak merekomendasikan terapi pendahuluan berupa Terapi Okupasi/Sensori Integrasi (TO/SI) sebelum ‘meningkat’ ke Terapi Wicara (TW). Dulu saya berpikir, apa perlunya ya harus ada TO dulu? Ternyata banyak sekali manfaatnya, terlepas dari terapi wicara itu sendiri. Berikut saya coba rangkum beberapa input penting yang saya dapat dari dua orang terapis Alma:

Terapi okupasi:

Terapi okupasi dapat dirancang untuk berbagai tujuan khusus, yang intinya adalah melibatkan anak dalam aktivitas tertentu (bermain) yang sebenarnya memiliki tujuan untuk mengembangkan kemampuan kognitif, kemandirian, dan interaksinya dengan lingkungan (interaksi sosial).

Dalam kasus Alma, anak dilatih untuk belajar fokus karena mampu berbicara dan berbahasa adalah hasil akhir dari kemampuan untuk melihat/memperhatikan, mendengar, dan meniru (mengimitasi). Hal tersebut diajarkan melalui beberapa cara berikut:

  1. Memberi instruksi sederhana (disertai intonasi) secara perlahan tapi tegas.
  2. Mengasah atensi, konsentrasi, konsistensi, dan ketahanan dalam aktivitas melalui bermain: memasang puzzle, meronce, melempar bola ke dalam lubang, memasukkan biji kedelai ke dalam botol kecil, mewarnai, menggaris, menggunting kertas. Secara tidak langsung, kemampuan visual motorik juga terasah.
  3. Rangkaian aktivitas berurut (sequencing activities) yang bertujuan. Buat rancangan urutan permainan, misalnya letakkan kepingan puzzle di anak tangga paling bawah, sementara letakkan papan puzzle di anak tangga paling atas. Buat anak memasang satu persatu kepingan puzzle sampai selesai sesuai urutan (ambil kepingan puzzle, naik tangga, pasang puzzle, lalu turun kembali untuk mengambil kepingan selanjutnya sampai selesai).
    shapes
    Gambar: Contoh puzzle berbagai bentuk
    animals
    Gambar: Contoh puzzle binatang

    meronce
    Gambar: Benang dan manik kayu untuk meronce

Dalam aktivitas di atas, atensi, konsentrasi, konsistensi, dan ketahanan anak “tergambar” secara tidak langsung, sehingga dapat diketahui kemajuan/perkembangan anak pada awal dan setelah terapi berlangsung dalam jangka waktu tertentu. Misal, di awal terapi hanya mampu menyelesaikan setengah puzzle, setelah satu bulan mampu menyelesaikan seluruh puzzle.

Setelah anak dianggap telah cukup fokus, terapis kemudian memberikan rekomendasi kepada dokter tumbuh kembang untuk selanjutnya dilakukan skrining kesiapan untuk ‘meningkat’ ke terapi selanjutnya yaitu terapi wicara.

Terapi Wicara:

Berikut saya rangkum cara mengajarkan anak berbicara dan berkomunikasi dari beberapa referensi dan tentunya berdasarkan pengalaman dan input yang saya dapat dari terapis wicaranya Alma:

  1. Ajaklah anak bicara sejak dia lahir. “Mendengar” merupakan hal pertama sebelum berbicara dan bahkan bermanfaat untuk bayi baru lahir. Berikan respon jika bayi mulai babbling. Pengalaman saya: Hal inilah yang terlewat pada Alma.

    mother-talking-to-baby
    Gambar: sheknows.com
  2. Banyaklah berbicara pada anak. Beritahu melalui kata-kata (verbal-kan) apa yang sedang Anda lakukan. Pengalaman saya: Dulu sebelum Alma mengalami speech delay, saya jarang sekali mengajaknya berbicara, tapi setelahnya, saya berubah menjadi ‘super cerewet’. Misalnya, saat sedang masak saya ceritakan apa yang sedang saya potong, cuci, rebus, kemudian ceritakan juga saat sedang membersihkan rumah, sedang menyapu, mengepel, dan lain-lain.
    busy-mom-clipart
    Gambar: mommyhanny.com
    Household-appliances-4
    Gambar: vectors-free.com

    Bisa juga sambil memberi tahu anak nama-nama benda yang ada di rumah, misalnya meja makan, kursi, kulkas, mesin cuci, dan lain-lain, serta berbagai jenis sayuran dan buah-buahan. Selain itu, ceritakan apa yang sedang dialami anak, misalnya saat anak sedang dimandikan Anda dapat bercerita mengenai apa saja yang digunakan (air hangat, sabun, sampo) sambil memberitahu nama-nama anggota tubuh.

    bath2
    Gambar: dreamstime.com
  3. Latih atau stimulasi oral motoriknya dengan mengajak anak berdecak, mengecap, menggumam panjang, mendesis, menggetarkan bibir, menjulurkan lidah, menggerakkan lidah ke kiri dan kanan sudut bibir, dan lain-lain. Bisa juga sambil mengajak anak bermain meniup busa sabunInput ini saya peroleh dari terapis wicaranya Alma. Hal ini penting untuk melatih ‘kelenturan’ alat oral  (bibir, pipi, lidah, rahang) untuk dapat berbicara dengan benar.

    bubble
    Gambar: dreamstime.com
  4. Bicara dengan perlahan, lihat ke arah anak, biarkan anak mengamati gerak bibir kita, tunjukkan artikulasi yang benar, penggal per suku kata. Jika artikulasi anak belum benar, jangan dikritik, melainkan beri contoh yang benar saat itu juga. Misalnya anak bilang, “Obing”, tanggapi dengan,”Mo-bil, Nak”. Pengalaman saya: Saya seringkali berbicara terlalu cepat pada Alma padahal anak perlu bukan hanya mendengar artikulasi yang jelas tapi juga perlu mengamati gerak bibir agar dapat meniru (mengimitasi) kemudian mereproduksi kata tersebut (berbicara).
  5. Sambil berbicara, gunakan bahasa tubuh (gesture). Beri anak kesempatan untuk mengikuti/mengimitasi.
  6. Perpanjang atau kembangkan apa yang dikatakan anak. Pengalaman saya: Misalnya, anak minta air minum dengan berkata, “Minum”, sebelumnya saya biasanya langsung memberikan air minum pada Alma, ternyata ini kurang tepat. Seharusnya, direspon/dikembangkan seperti berikut:
    A (Alma): “Minum”
    B (Bubu): “Oh, Alma mau minum? Bilang begini, Nak: Bu, Alma mau minum”.
    Kemudian ajak anak untuk mengikuti/mengimitasi ucapan permintaan tersebut. Walaupun belum sempurna, pengulangan akan menanamkan memori auditori pada anak sehingga pada saat tertentu akhirnya anak akan bisa berbicara dengan pola kalimat yang benar.
  7. Rancang aktivitas (sebagai sarana berbicara) yang sesuai minat dan kesenangan anak. Pengalaman saya: Sebelumnya saya jarang sekali menemani Alma bermain. Padahal lewat bermain, anak dapat belajar banyak. Setelah Alma mengalami speech delay, saya sangat merasakan manfaat bermain untuk menambah perbendaharaan kata-nya. Ya, memang harus meluangkan waktu khusus untuk mengajak/menemani anak ‘bermain’. Berikut beberapa caranya:
    • Ajak anak melihat foto keluarga. Tunjuk/beri tahu ada siapa saja disana. Lain waktu, orangtua menunjuk biarkan anak yang menyebut siapa subjeknya. Ini membantu anak meningkatkan kemampuan menamai (labelling). Ini bisa juga dilakukan menggunakan puzzle bergambar binatang, selain kemampuan berbicara, visual motorik nya juga terasah.
    • Ajak anak melihat gambar aktivitas untuk memperkenalkan kata kerja. Input berharga ini saya peroleh dari terapis. Beliau menyarankan saya untuk menunjukkan foto saya atau ayahnya atau siapapun yang dikenal anak sedang melakukan aktivitas tertentu. Misalnya foto Ibu sedang menyetrika, Ayah sedang mencuci mobil, ceritakan siapa, sedang apa, di mana, mau kemana, dan lain-lain. Lain waktu biarkan anak mengulang, tanyakan, “Ini siapa, Nak?”, biarkan anak merespon. Setelah itu lanjutkan dengan pertanyaan, “Betul ini Bubu. Bubu sedang apa ya?”, setelah anak menjawab, teruskan dengan pertanyaan lain, misalnya, “Bubu sedang ada di mana ya?”. Ini dinamakan buka-tutup siklus komunikasi. Saya sampai menyengajakan mengambil banyak foto untuk menunjang hal ini.

      ironing
      Gambar: mizjuneytalks.blogspot.com
    • Ajak anak mengikuti ketukan (memori auditori). Terapisnya Alma menjelaskan pada saya bahwa ini penting untuk mengenalkan anak pada jumlah suku kata. Misal tepuk meja dua kali, minta anak mengikuti. Kemudian, sebutkan kata-kata yang terdiri dari dua suku kata, biarkan anak mengikuti. Kembangkan dengan tiga suku kata kemudian dilanjukan dengan frase (kereta api, kakak tua, bola voli, kapal laut, dan lain-lain).
    • Ajak anak bermain untuk mendiskriminasikan dan mengingat bunyi (persepi dan memori auditori). Selain bermain di klinik tumbuh kembang bersama terapisnya, hal ini juga saya lakukan di rumah. Alat bantu yang digunakan dapat berupa piano yang berisi macam-macam suara binatang. Orangtua menekan satu suara binatang, kemudian minta anak menebak suara apakah itu. Sebelumnya, kenalkan anak dengan berbagai suara binatang terlebih dahulu.

      piano
      Gambar: ebay.co.uk
    • Bacakan anak buku dengan suara dan artikulasi yang jelas, jika perlu dengan gesture yang sesuai. Membaca buku melatih anak untuk mendengar dan mengasah kemampuan labelling (menamai), juga akan menambah perbendaharaan kata dan melatih imajinasinya.buku book2
    • Bernyanyi untuk anak atau ajak anak bernyanyi bersama, lebih baik kalau menggunakan musik. Melalui nyanyian, anak belajar kosa kata baru, mengasah daya ingatnya, mengasah kemampuan mendengar juga membuat anak belajar berekspresi melalui kata-kata.
    • Temani anak menonton video yang dapat menambah perbendaharaan kata nya. Misalnya tentang berbagai jenis binatang, alat-alat transportasi, berbagai macam warna, berbagai jenis bentuk (shapes), anggota tubuh, dan lain-lain. Pengalaman saya: Saya sebelumnya membiarkan Alma menonton film kartun sendiri. Padahal, dengan membiarkan anak menonton sendiri, ia hanya dapat menerima input yang tidak dimengerti sepenuhnya, disinilah orangtua seharusnya berperan. Ceritakan/jelaskan apa yang ditonton, jadikan sebagai bahan input perbendaharaan kata dan ruang untuk stimulasi anak. Salah satu contoh video yang saya gunakan sebagai media pembelajaran Alma adalah video-video dari babyeinstein yang, menurut saya, bukan hanya dikemas sangat menarik untuk anak-anak tapi juga sangat bermanfaat. Salah satu contoh videonya sebagai berikut:
  • Ajari anak berbagi dan tunda giliran. Hal ini penting dalam berdialog, anak belajar kapan ia harus mendengar, dan kapan gilirannya berbicara. Pengalaman saya: Biasanya Alma bermain lempar-tangkap bola dengan ayahnya secara bergantian, “Sekarang Ayah dulu lempar bola, Alma tangkap ya”. Kemudian bergantian, “Nah, sekarang Alma boleh lempar bola nya, ayah tangkap”.

    ballthrowing
    Gambar: city.ogaki.lg.jp.e.ab.hp.transer.com
  • Libatkan anak dalam pekerjaan rumah. Terapisnya Alma menyarankan hal ini karena bermanfaat untuk memperkenalkan bukan hanya kata kerja, tetapi juga kata sifat, misalnya “Ayo, Nak.. Bantu Bubu pisahkan baju untuk dicuci. Baju-baju di dalam ember ini semuanya kotor, harus dicuci supaya bersih “.
  • Ajak anak bermain/berlibur di luar rumah. Lingkungan baru akan memberi pengalaman baru dan hal menarik untuk dibicarakan. Ceritakan rencana perjalanan kepada anak sebelum bepergian, deskripsikan objek yang dilihat dan bunyi yang didengar selama perjalanan, dan saat telah sampai di tempat tujuan. Jangan lupa untuk mengambil foto anak dan objek yang ada di tempat tujuan. Selama perjalanan pulang, tanyakan kembali pada anak apa yang telah dialaminya hari ini, apa yang anak lihat, apa yang anak rasakan, dan lain-lain. Ulang kembali pertanyaan-pertanyaan tersebut misal keesokan harinya sambil memperlihatkan foto yang telah diambil (mengasah memori visual dan memori auditori). Tidak perlu selalu tempat liburan, dapat juga sesederhana pergi ke pasar/supermarket, taman kota, kebun binatang, dan tempat lainnya. Berdasarkan pengalaman saya, hal ini mengasah daya ingat anak dan kemampuan untuk berdialog/berkomunikasi.

    market
    Gambar: famouswonders.com
  • Biarkan anak bermain dengan anak lain yang kemampuan berbicara dan bahasa nya ‘sedikit’ lebih baik darinya (usianya relatif tidak terlalu jauh terpaut). Misalnya, dengan anak tetangga atau di playgroup. Hal ini selain merangsang kemampuan anak berbicara dan berkomunikasi, juga membantu kemampuan interaksi sosialnya.

Pendekatan terbaik dalam masalah kemampuan berbicara dan berbahasa adalah deteksi dini dan mengatasinya secepat mungkin. Deteksi dini dapat dilakukan oleh orangtua dan atau guru, sementara skrining lanjutan sebaiknya memang berkonsultasi langsung dengan dokter spesialis anak untuk kemungkinan dirujuk ke subspesialis tumbuh kembang anak.

Kalaupun memang tidak ada masalah dalam perkembangan kemampuan berbicara dan berbahasa pada anak Anda, cara-cara di atas pun dapat dilakukan untuk menstimulasi kemampuan berbicara dan berbahasa anak terutama batita.

*Tulisan ini disarikan dari referensi di situs ini dan ini dan dari pengalaman pribadi (input dari dokter dan terapis)

Semoga bermanfaat 🙂

44 thoughts on “Tips Menstimulasi Anak Batita untuk Berbicara dan Berkomunikasi

  1. Bagusss dan lengkap banget!!! Bener-bener bisa dipraktekan! Mungkin bisa juga ditambahin sebenernya kriteria “delay” dalam berbicara itu apa? apakah pada umur 2 tahun masih cuman bisa ngomong 5 kata? atau gimana..
    Udah gitu, terapi ini juga keliatannya ada tingkatannya kan yah, seperti menggunting kertas, memasukkan manik ke kalung, kayaknya belom bisa dikerjakan sama anak umur 2 tahun kayak Rachman. Overall, ini artikel bermanfaat banget! Thanks Ndin!

    Like

    1. thanks for reading bu.. 🙂 sebetulnya ada beberapa kriteria yang bisa dijadiin patokan perkembangan kemampuan bicara dan bahasa anak sesuai usianya, udah pernah sharing juga ko sebelumnya, bisa dicek langsung di link ini. Disitu ada beberapa kriteria yang bisa dipakai orangtua untuk mendeteksi dini/untuk tau gambaran kasar perkembangan anak mulai dari motorik, kognitif, termasuk kemampuan bahasa. Deteksi dini ini bisa dilakukan sama kita, orangtua, nanti hasil assessment nya bisa ditindaklanjuti, apa cukup stimulasi di rumah atau perlu bantuan dokter+terapis. Ga berani bu kasih patokan ‘delay atau engga’ karena perlu keahlian khusus alias harus lewat diagnosis dokter 😀 hehe.. Oiya, tips-tips yang ditulis di atas bisa aja berlaku umum ko, walaupun anak gak mengalami ‘delay’ tapi bisa banget dipraktekin di rumah supaya anak, terutama yang masih umur antara 1-2 tahunan, ga mengalami ‘delay’ dalam berbicara+berbahasa, biar lebih cepet pinter ngomong bu, hehe. HTH 🙂

      Like

  2. Waaah bagus nih mbak tulisannya.sangat mencerahkan dan bermanfaat. Dua anak saya sepertinya berbeda dalam hal kemampuan berbicara. Si kakak (Sarah, 3,5y) lebih cepet ngomongnya ketimbang adek nya (Yusuf 14m). Baru bisa mengucap kata A, mamam, mama. Tiap anak itu unik memang ya. Salam kenal, Ridha di Balikpapan. ^^

    Like

  3. Mak, bagaimana kita tahu kalau anak kita delay speech?
    Baby saya dua tahun usianya, belum lancar kalau diajak bicara juga, jadi worry
    Btw trims buat sharingnya
    Bermanfaat banget 🙂

    Salam kenal ya 🙂

    Like

    1. Salam kenal Mak April 🙂 Penyebab speech delay memang macam-macam, Mak. Kalau Alma sih dulu karena saya nya memang kurang ajak ngobrol dan kami merantau jadi minim teman sebaya. Untuk tau pasti penyebabnya, memang harus diskrining oleh dokter anak. Atau kalau mau skrining sendiri secara ‘kasar’, ada alat skriningnya disini:

      https://andinaseptiarani.wordpress.com/2014/04/22/bagaimana-cara-mendeteksi-tumbuh-kembang-anak-balita/

      Biasa dipakai dokter anak untuk menskrining tumbuh kembang anak, termasuk kemampuan bicara nya. Semoga bermanfaat ya, Mak. Makasih udah mampir 🙂

      Like

  4. anak saya udah 16 bulan dan masih malas ngomong, ga secerewet teman seusianya. mungkin turunan ya, emak bapaknya pendiem sih hehe. tapi memang sudah suka babbling, cuma diminta encourage supaya bisa bilang satu kata dulu sama pengasuhnya di nursery, bukan bunyi random ga jelas. tulisan ini hadir tepat waktu sepertinya. meski nursery-nya kayaknya sudah melakukan semua poin yang ada di postingan, peran ortu di rumah juga ga kalah penting yah. kayaknya saya udah cukup cerewet sih, tapi mungkin perlu ditingkatkan lagi. makasih sharing-nya sangat bermanfaat sekali sampai link-link-nya saya cek semua hehe 🙂

    Like

    1. Salam kenal Mak Nayarini 🙂 16 bulan sih masih bisa banget berkembang Mak, kemampuan bicara dan komunikasinya, asal stimulasinya konsisten aja di setiap lingkungan yg anak terlibat di dalamnya 🙂 Kalau kata terapisnya Alma, berbicara kan hasil reproduksi dari mendengar (merekam) dan melihat/mengamati, jadi memang stimulus itu penting banget sebagai ‘input’ anak 😉
      Kalau Alma dulu memang emak nya yg kurang ajak ngobrol dan kami merantau jadi kurang teman sebaya untuk interaksi.
      Syukur kalau bermanfaat Mak, pengalaman memang guru paling berharga 😉 Makasih udah mampir 🙂

      Like

  5. makasih Mak artikelnya lengkap. sebagian besar sudah saya lakukan poin2 di atas, di daycarenya juga. Nisa juga udah banyak banget kemajuan ngomongnya. cuma ia masih kurang di komunikasi dua arah. ia lebih suka ngomong sendiri, atau bertanya, tapi giliran ditanya balik kadang cuek malah ditinggal pergi. huhu. Ini yang lagi saya geber, saya harus banyak2 tanya ke Nisa, dan minta Nisa merespon saya. ^_^

    Like

  6. Lengkap bangeeet tulisannya, Ndin! Nicely written, dear 🙂 love it! i’ll be sure to keep coming back to you (and your blog) to gain information about child development. (hehehe…bisa2nya gw ngomong child development padahal calon Bapak-nya anak2 ajah belum ada 😀 hahaha)

    Liked by 1 person

    1. Kayaknya ini komen kelewat belum sempet ke-reply 😀 Thank youu dear, I’ll take that as a compliment 😉 Nggak apa laah, gw juga masih belajar terus soal beginian mah.. there’s no boundaries in learning 🙂 who knows he’s near enough jadi nanti you’ll be ready earlier 😉

      Liked by 1 person

  7. Tulisannya sangat menginspirasi sekali, bolehkah jika saya share, untuk berbagi info dan ilmu dengan para parents yg mempunyai masalah yg sama, kebetulan saya pun mempunyai anak speech delay yang sampai saat ini bicaranya masih belum jelas baru beberapa suku kata yg dia bisa, padahal anak saya pun saya therapy dari umur 2 th.

    Liked by 1 person

    1. Salam kenal Mba Reni.. alhamdulillah kalau dirasa bermanfaat… ini rangkuman pengalaman dan referensi yang pernah saya baca.. Silakan kalau mau di-share, semoga manfaatnya bisa meluas.. 🙂 Saya titip satu hal saja, kalau bisa, blog ini dan sumber referensi yang ada tolong ikut dicantumkan ya 😉

      Oh iya, kalau menurut dokter tumbuh kembang yang dulu menangani anak saya, lama terapi dan progress tiap anak yang terkena speech delay memang nggak bisa diseragamkan, nggak ada standar setelah berapa lama anak bisa lancar berbicara karena memang setiap anak berbeda 🙂 Semoga anak mba Reni ber-progress terus yaa 🙂

      Like

  8. makasih banget,artikelnya bermanfaat bgt buat saya.anak saya sudah 2thn 4 bln dan saya msh blm mengerti bahasa dia. perintah sehari2 udah banyak mengerti,sosialisasi dengan temannya jg bagus. terkadang ada bbrp kata yg keluar saya mengerti tp katanya terdengar samar. ngoceh bercerita udah sering,tp bunyinya ga jelas,jadi saya respon iya iya aja. ada bbrapa kata yg keluar dan terkunci,ada sekitar 5 kata mba. yg lainnya kadang bisa agak jelas keluar tp jarang sekali mau dia ucapkan. hari ini bisa,besok2nya saya suruh mengulang kata yg sama dia udah ga mau lagi.
    jadi mba,intinya banyak kata yg saya ngerti keluar dr mulutnya,tp suka hilang timbul gt. saya ulang,saya contohin seringnya ga mau ngikutin,
    kalo menurut mba andina gimana?apakah anak saya msh perlu terapi ke ahlinya?. anak saya pernah terapi wicara 3x, dan itu hanya sesi pemijatan area oral saja.
    ditunggu reply share nya mba, makasih.

    Like

    1. Salam kenal mba Martha.. senang bisa berbagi alhamdulillah kalau bermanfaat 🙂

      Hmm.. dulu 3x ikut sesi terapi atas rekomendasi dari siapa? Pernah di-skrining dokter anak juga kah?

      Kalau membaca cerita mba Martha sih, mungkin tinggal intens diberi stimulus aja, tapi dengan catatan melalui kegiatan yang anak suka.. jadi anak pun nggak merasa kalau dia lagi diajari/diberi stimulus untuk belajar bicara, supaya secara nggak sadar dan “sukarela” anak mau mengikuti dan mengulang.. misalnya pakai media buku, video, piano yang ada suara binatang, dll (caranya udah saya share di tulisan di atas).. pastinya mba Martha lebih tau apa yg disukai anak 😉

      Belajar bicara juga nggak selalu harus dalam bentuk kita yg kesannya “mengajari”, bisa juga sambil jalan2 ke pasar, ke taman atau ke mall, seperti yang udah saya share di tulisan di atas 🙂

      Tapi…. itu pendapat saya aja yg pernah punya pengalaman sama anak sendiri, bukan ahlinya lhoooo, hehe.. Kalau dirasa banyak cara udah dicoba dan masih belum berhasil, dan dirasa ini menghambat tumbuh kembang anak, mungkin perlu konsultasi ke dokter untuk tau pendapat dari ahlinya..

      Semoga membantu 🙂

      Like

  9. Terima kasih byk u buat artikelnya diatas, mudah dipahami.. nanti mo ku cba TQ bgt ya Mom infonya n uda mau meluangkan waktunya buat sharing ^^…

    Liked by 1 person

    1. Mbak. Saya baru training di sekolah untuk anak berkebutuhan khusus.. Saya menangani anak terlambat bicara…
      Orang tua anak ini sibuk bekerja.. Dia hanya belajar di sekolah dengan waktu yg lebih sedikit di bandingkan di rumah..
      Jika di sekolah apa yg harus lebih saya utamakan kegiatannya???
      Salam kenal mbak

      Like

      1. Maaf baru sempat balas komentarnya. Mbak Oktarina ini guru ya? Kalau untuk anak berkebuutuhan khusus saya nggak ada pengalaman Mbak.. mungkin bisa dicoba saja poin-poin yang sudah saya share di atas.. tapi utamakan dulu agar anak bisa fokus. Walaupun ini juga sebetulnya tergantung kondisi anak tersebut (special needs nya seperti apa).

        Kalau soal anaknya, saya kurang setuju kalau kenyataannya hanya gurunya saja yg terkesan “punya beban dan tanggungjawab” terhadap anak ini. Mbak sebagai guru tetap harus mengomunikasikan pada orgtuanya karena bagaimanapun nggak bisa stimulasi hanya di sekolah, tetap harus dibantu di rumah, sesibuk apapun orgtuanya tetap harus dicarikan jalan keluar (mencarikan yg menemani dan menstimulasi di rumah), ini menurut saya pe-er wajib untuk orgtuanya. Lagipula, anak-anak special needs ini kan memang spesial, jadi tidak bisa disamakan tumbuh kembangnya, bahkan mungkin bisa jadi untuk anak tersebut bukan kemampuan bicaranya yg diutamakan untuk diasah saat ini. Setau saya, biasanya anak berkebutuhan khusus dikonsulkan juga dengan psikolog. Mungkin Mbak bisa sarankan juga ke orgtuanya kalau ternyata belum dikonsulkan, jadi koordinasinya juga bisa enak antara orgtua, guru di sekolah, dan psikolog.

        Maaf nggak bisa banyak bantu. Semoga bermanfaat 🙂

        Like

  10. lengkap dan sangat membantu saya yg sedang kebingungan menghadapi anak saya yg berusia 3,5 tahun, belum bisa berkomunikasi 2 arah. semoga bermanfaat. terima kasih Bu.

    Like

  11. Malam mbk..saya punya anak berumur 2tahun 3bulan…belum bisa mengucapkan 2 suku kata sekaligus,,paling baru 1 suku kata itupun artikulasiny belum jelas sebelumnya terimaksih u artikelnya y mbk..mudah2an saya bisa menjadi ibu sekaligus therapys yg baik u anak saya

    Like

  12. salam bu
    saya punya anak usia 20 bulan, blm bsa mengucapkan satu kata pun, kalau mau sesuatu msh pake bahasa “balita”, untuk pendengaran Insya Allah normal, resppon jg baik, kira2 bagusnya bagaimana ya bu, ada yg menyarankan untuk ke dokter tumbuh kembang anak, tapi kami tdk punya ckup biaya, sebaiknya bagaimana ya bu, trus terapi yg bisa dilakukan dirumah kira2 apa saja bu, terima kasih

    Like

    1. Salam Pak,

      Stimulasi yang bisa diakukan di rumah semua yang saya cantumkan di atas Pak 😀 Keseluruhan artikel ini adalah rangkuman beberapa artikel dan pengalaman saya sendiri. InsyaAllah cukup lengkap untuk dipraktekkan di rumah, intinya orangtua harus meluangkan waktu dan konsisten dalam memberikan stimulasi. Semoga bermanfaat 🙂

      Namun, jika dirasa sudah dilakukan stimulasi secara konsisten disertai lingkungan yang suportif tapi masih belum ada perubahan yang siginifikan, rasanya mungkin akan lebih jelas jika menemui dokter tumbuh kembang anak, yang memang memiliki ilmu spesifik mengenai hal ini.
      Terima kasih 🙂

      Like

  13. Makasih Bun atas tulisannya, membantu sekali.. sepertinya gejalanya persis yg dialami anak sy, sayangnya di tempat sy belum ada klinik tumbuh kembang anak, sy akan coba untuk membawa ke DSA dulu yg ada disini, sambil mencoba tips2 dari bunda.. semoga segera mendapatkan titik terang

    Like

    1. salam kenal Bunda Irna.. alhamdulillah kalau bermanfaat 🙂 saya rasa kalau penyebabnya memang murni kurang stimulasi seperti anak saya, Alma, semoga ke DSA cukup karena yg nggak kalah penting adalah stimulasi di rumah ataupun lingkungan lain tempat anak biasa bersosialisasi. Semoga hasilnya signifikan yaa 🙂

      Like

  14. Trimakasih byk mbaa sharingnya..saya jdinya ga ragu bawa anak ke poli tumbuh kembang (hanya karena takut di judge) tapi ternyata bgitu byk manfaat untuk anak yaa..subhanallah trimakasih byk mbaa..

    Like

    1. sama2 Mba Nita, alhamdulillaah… 🙂 memang sebetulnya orgtua yg paling tau kondisi anak, tapi untuk kasus2 tertentu nggak ada salahnya kita dengar juga pendapat pihak ketiga yg memang belajar ilmunya di sekolah, seperti dokter tumbuh kembang 😉 namanya jadi orgtua harus terus belajar kan ya 🙂

      Like

  15. terima kasih atas sharing nya Bunda..
    aku boleh minta email/whatsapp nya? aku pengen nanya dan diskusi sama Bunda.
    thanks in advance ya Bunda =)

    Like

  16. terima kasih banyak sharingnya Bubu Alma, bermanfaat sekali, smga tips2nya setelah diterapkan ke putri saya Salma hasilnya signifikan aamiin ^_^

    Like

  17. sangat bermanfaat sekali khususnya buat saya yg anak saya br memasuki usia lg cerewet2nya, 1,5 thn…mudah2an saya bisa menerapkan keseluruhan tips diatas ke anak saya krn sebagian sdh saya terapkan…amiin…mksh ya mbak infonya

    Like

Leave a comment