Posted in Motherhood, Parenting

There’s no such thing as a perfect mother

‘Mati-matian’ mengurus anak, eh ada juga ‘missed‘nya. Cuma fokus dengan segala yang terukur, mungkin karena saya memang dominan otak kiri, eh yang ga terukur ‘kelewat’.

Sebetulnya saya sudah lama ingin nulis soal ini – seperti pernah saya sebut di tulisan saya beberapa bulan lalu – selain karena belum sempat, juga karena ga tau harus mulai dari mana karena ini semua aib saya sendiri. Tapi sejak beberapa hari yang lalu, sebuah obrolan hangat dengan seorang sahabat lama mengingatkan saya lagi akan hal ini.

Di umurnya yang ke-dua tahun, Alma kena speech and language delay, bahasa gampangnya telat ngomong dibanding anak lain seumurnya: belum punya cukup perbendaharaan kata, belum bisa mengungkapkan keinginannya lewat kata-kata, walaupun mostly sudah mengerti kalau kita ajak bicara.

Pergi ke speech therapist di Penang ini, konsultasi dan skrining selama dua jam – seharga yang sama dengan sebuah sepeda mini baru – cuma untuk dikasih tau kaya gini: “She has no other problems except lacking of stimulation, she’s been growing up in an inconducive environment. How could she possibly be able to speak if no one talked to her?” Saya tertunduk dan ‘tertampar’.

Ga lama setelah itu, memutuskan untuk pulang ke Bandung untuk terapi disana karena ayahnya Alma pun kebetulan harus pergi ke India untuk training selama 1,5 bulan.

Ketemu sama dokter anak subspesialis tumbuh kembang anak di Bandung, kolega papah mertua. Setelah skrining yang dibarengi dengan tangisan Alma dan ketidakmauannya lepas dari gendongan saya, intinya beliau bilang, “Social skill sangat buruk, overly attached dengan orang terdekat, yaitu ibunya”. Tentu selain komentar soal betapa Alma belum punya cukup perbendaharaan kata di umurnya waktu itu.

Saya tertampar lagi, lebih keras. Lalu saya introspeksi. What have I done and not done?

Terlalu fokus pada hal yang terukur. Lupa kalau si otak perlu stimulasi juga yang tidak terukur. Mengurusi soal asupan nutrisi otak anak selama golden age ‘cuma’ dari makanan. Dari mulai nutrisi apa saja yang terkandung dalam setiap bahan makanan, berapa banyak kebutuhan per hari nya, sampai ke porsi karbohidrat, protein, lemak, serat, vitamin, mineral yang harus terpenuhi setiap harinya. Jadilah saya terlalu asik di dapur, trial and error coba resep ini-itu, sibuk bikin stok kaldu, repot masak dua menu setiap harinya: buat dewasa dan buat anak, belum lagi bikin cemilan. Saya harus pastikan bahwa apa yang masuk ke mulut Alma bukan ‘sembarang’ makanan yang kadang penuh dengan aditif yang sebetulnya ga perlu, seperti selain makanan homemade.

Not to mention ngurus cucian cloth diapersnya, bersih-bersih rumah, setrikaan, dan lain-lain sampai ‘lupa’ buat nemenin main karena seringkali saya sudah terlalu lelah 😦

Lupa kalau lewat bermain, anak belajar banyak. Lupa untuk kasih anak input lewat obrolan karena waktu itu saya dengan ‘polosnya’ mikir, “Ngapain ngomong sama anak yang belum bisa ngomong?”

Lupa juga kalau karakter dan social skill-nya seharusnya dibangun sejak dini juga.

Yup, I was that bad 😥

Agak sulit untuk Alma bergaul karena di Penang ini, seperti layaknya wilayah Malaysia lain, isinya multiras. Multiras artinya multiagama, multibahasa, dan multi kebiasaan bergaul juga (berbeda cara bergaul dan bersosialisasi). Belum lagi rata-rata anak-anak tetangga sudah berumur jauh di atas Alma. Tetangga sebelah kiri rumah sebenarnya orang Melayu dan anaknya hampir seumuran Alma tapi jarang ada di rumah.

Sementara kegiatan kumpul-kumpul PPI cuma arisan sebulan sekali dan pengajian seminggu sekali. Itupun begitu sampai di tempat, Alma langsung pegang erat pergelangan lengan saya, ga mau bergaul sama anak-anak lain. Selain itu, kami sering datang terlambat karena biasanya waktu di rumah habis untuk masak dan menunggu Alma menghabiskan makanannya, terkadang malah harus sambil nonton video kesukaan. Kesalahan saya yang lain, saya seringkali membiarkan Alma main sendiri atau nonton video tanpa saya dampingi, demi sebuah alasan keamanan supaya dia ga tiba-tiba buka pintu menuju balkon (walaupun sudah saya kunci; kami tinggal di lantai 6) saat saya sedang pegang pisau dan berurusan dengan lauk mentah di tangan. Video kesukaan ini entah dengan bahasa Melayu atau bahasa Inggris, sementara di rumah komunikasi dengan bahasa Indonesia. Multi language ini juga jadi salah satu penyebab ‘silent‘nya Alma, ‘bingung bahasa’ kata dokter.

Setiap weekend tiba pun, untuk sekedar pergi belanja keperluan rumah atau main di taman kota, saya mengharuskan Alma untuk tidur siang dulu – demi sebuah alasan bahwa anak-anak tumbuh saat mereka tidur – lalu makan siang, baru kami bisa pergi. Itupun ga lupa sebelumnya saya harus siapkan bekal makan malam. Seringkali kami baru pergi setelah Ashar, jadi tidak punya banyak waktu di luar. Waktu habis untuk urusan kuantitas tidur dan kualitas makan. Lagi-lagi, saya ‘lupa’ kalau bersosialisasi di luar rumah sama pentingnya dengan nutrisi makanan. Ya, saya (dulu) memang se-kaku dan se-idealis itu.

Hmm.. Tidak dipungkiri memang, alhamdulillah kerja keras pun ada hasilnya. Alma jarang sekali sakit dan dia suka hampir semua jenis makanan (sehat), tentunya yang saya masak sendiri. Alhamdulillah.

Tapi di balik itu semua, memang I cannot do it all. Saya akui kekurangan ini. Kurang belajar soal perkembangan sosial-emosi anak, dan mungkin juga I was that bad at time management. Di saat anak sebaya nya sudah bisa bercerita dengan 2-3 kata dalam 1 kalimat, Alma bahkan belum bisa panggil Bubu atau Ayah.

Saya dan ayahnya memang bukan tipe social person. Terutama saya, kurang suka bicara kalau ga betul-betul perlu. Kurang suka bicara kalau bukan dengan orang-orang terdekat. Mungkin ini juga menurun ke Alma. Tapi yang pasti, ini juga yang membuat rumah kami ‘sepi’ dan Alma kekurangan input stimulasi.

Okay. (All of the) Reasons identified.

Setelah skrining dengan dokter tumbuh kembang di Bandung, minggu itu juga langsung mulai terapi. Dua kali setiap minggunya. Satu jam setiap sesi. Tapi.. butuh dua jam pulang pergi dari rumah mama ke klinik tumbuh kembang, itupun kalau jalan Pasteur lagi ga macet. Sementara kalau macet, bisa dua jam untuk perjalanan pulang saja. Total waktu sekitar empat sampai lima jam sehari habis untuk terapi dan persiapannya.

Kalau bukan jadwal terapi, hari-hari saya isi dengan survei playgroup untuk menunjang sosialisasi Alma, sampai bolak balik mendatangi satu persatu sekolah-sekolah tersebut. Belum lagi hunting berbagai macam mainan, juga untuk menunjang perbendaharaan kata nya. Sisa waktu yang saya punya, saya pakai untuk nemenin Alma main, each and every day. Setiap ketemu terapisnya, selalu minta input dan pe-er buat saya di rumah. Singkat kata, saya berusaha membayar apa yang seharusnya jadi hak Alma sebelumnya, cause it’s clearly my fault.

Alhamdulillah, cuma perlu 2 bulan untuk terapi okupasi sensori integrasi (OT/SI, terapi pendahuluan) sebelum akhirnya bisa ‘naik kelas’ ke terapi wicara (TW). Terapisnya bilang ini termasuk cepat. Alhamdulillah.

Masuk bulan ketiga, terapi jadi empat kali seminggu. Dua sesi SI, dua sesi TW. Padahal sebenarnya SI bisa distop, tapi saya pikir sayang mumpung kami di Bandung. Toh manfaatnya banyak buat Alma.

Lima bulan di Bandung bersama keluarga besar, empat bulan terapi (karena terpotong opname yang menutup proses menyapih), hampir dua bulan ikut sekolah di playgroup: Alhamdulillah semua perjuangan di Bandung hasilnya signifikan. Dari yang bahkan belum bisa panggil Bubu Ayah, berubah jadi Alma yang pinter nyanyi, sudah punya ratusan perbendaharaan kata, dan ga takut lagi sama orang baru. Bukan sekedar soal terapi, tapi karena di Bandung bukan cuma ada Bubu Ayah, tapi juga ada Umi, Aki, Nnin, Ibu, Oom, Tante, Ambu, Kakek, Nenek, Mbok, Ibu guru, temen-temen, dan masih banyak lagi, yang bukan saja ikut kasih input stimulasi ke Alma, juga jadi lingkungan sosial yang sangat kondusif. Alhamdulillah 🙂

“Setiap orang berbuat kesalahan. Akui, introspeksi, perbaiki. Kalau tidak mungkin diperbaiki? Ambil hikmahnya”. Hihi.. ceritanya bikin quote sendiri 😀

 

**
Satu bulan ke depan umur Alma 3 tahun. Alhamdulillah sekarang sudah makin cerewet. Bahkan sudah bisa ‘nyuruh’ ayahnya ganti baju kalau sampai di rumah atau sekedar nanya Bubunya lagi masak apa, hihi. Menyapa Abang atau Kakak yang sama-sama lagi belanja di supermarket Tesco/Mydin dengan sekedar “Hai” sampai baca ulang buku dengan caranya sendiri :’). Alhamdulillah.
**

Just for a moment, take this in fully, and say it to yourself: “I don’t have to be the perfect mother.” How many times have you carried the burden of thinking you have to live up to some ideal “fairy-tale” image of a good mother? One who is relentlessly kind, patient, wise, nurturing, good-tempered, inexhaustibly energetic, a fine cook and home- maker, a multi-tasker—that person few of us have ever actually met who “can do it all”?

Give yourself permission to be authentic and to express yourself completely as a mom. When we do so, we relieve not only our own stress to live up to impossible standards, but we help our kids to see that they don’t have to be perfect, either. When we make space for imperfection and mistakes, we give our kids a chance to deepen themselves and to become more true to themselves and real as they grow up. Abandoning perfectionism is such a relief for us, and them – Kristine Carlson in her book, Don’t Sweat the Small Stuff for Moms –

**

untitled

 Gambar diambil dari: blog.theconnectionweshare.com

42 thoughts on “There’s no such thing as a perfect mother

  1. hehe..another perfect-virgo thingy 😀 anyway..let’s be less perfect. or better yet.. let’s just be a good person. btw, i like the quote. the radio that i’ve been listening to keeps telling the same quote. oo..gurl, i miss talking with you! send my hugs and kisses for baby Alma..hope she’s doing okay, healthy and cheerful all the time! :-*

    Like

  2. ahahahaha..being (over)analytical and (over)precise maksudnya? hehe. Let’s! Let us loosen a bit, biar ga terlalu stressss, hehe.. Same here, miss having a nice decent chat with you 🙂 hope to see you some time in the near future.. (wherever that might be) 😉 main siniii sama Alma 😀

    Like

    1. Terapi okupasi/sensori integasi dan terapi wicaranya di klinik tumbuh kembang RSIA Hermina Pasteur, Bandung. Kalau boleh tau, domisili nya dimana? Biasanya fasilitas terapi ada di rumah sakit yang punya klinik tumbuh kembang. Setau saya kalau di Bandung, di RS Limijati dan Al- Islam juga ada. Semoga infonya bermanfaat 😀

      Like

    1. Tahun lalu sih 66 ribu per sesi (1 jam).. kurang tahu juga apa harganya masih tetap atau sudah naik. Maaf kalau boleh tau, sudah pernah konsul ke dokter tumbuh kembang? Saran saya sebaiknya dokter dan terapis ada di tempat yang sama (saling mengetahui dan berkoordinasi) supaya sinkron. Oiya, kalau berkenan dan ingin tau gambaran terapinya seperti apa, atau sekedar ingin melakukan stimulasi di rumah, saya sudah sharing di tulisan selanjutnya disini. Semoga bermanfaat 🙂

      Like

  3. Mbk, kayaknya kasusnya mirip dengan anak saya. Radi sekarang 2thn 2 bulan belum pernah nyebut namanya sendiri. Perbendaharaan katanya sangat minim untuk anak seusianya. Untuk stimulasi sih sy sudah merasa habis2an. Jadi bingung mesti bawa ke speech therapist atau tunggu dan stimulasi aja sendiri (seperti saran dari keluarga). Dulu mbk diassessnya di hermina juga? Trus proses terapinya berapa lama? Bayarnya per sesi?
    Thx mbk.

    Like

    1. Hallo Mbak Ainka, makasih udah mampir 🙂 Kalau boleh tau, udah pernah konsul tumbuh kembang anak ke dokter anak? Apakah penyebabnya sama dengan Alma, karena kurang stimulasi atau ada alasan lain? Menurut saya sih gak ada salahnya kalau cuma sekedar sharing dengan dokter anak, toh keputusan akhir harus terapi atau enggak, ada di tangan kita sebagai orangtua 🙂 Penyebab telat bicara memang macam-macam Mbak, saya sih waktu itu mikirnya minimalnya sebagai orangtua jadi lebih ‘tenang’ karena tau anak ‘kenapa’ 🙂

      Tapi, untuk awal, kalau mau coba skrining sendiri soal tumbuh kembang, bisa pakai formulir KPSP, ada disini:

      https://andinaseptiarani.wordpress.com/2014/04/22/bagaimana-cara-mendeteksi-tumbuh-kembang-anak-balita/

      Dulu Alma diskrining/di-assess oleh dokter SpA subspesialis tumbuh kembang anak di Hermina, setelah sebelumnya dirujuk oleh dokter anak. Alma waktu itu terapinya cukup 4 bulan, alhamdulillah perkembangannya udah signifikan. Tapi terapisnya bilang, lamanya terapi berbeda untuk tiap anak, tergantung anak yg bersangkutan, juga stimulasi tambahan yg diterima anak di luar terapi (misal di rumah/playgroup). Biaya terapi dibayar per datang/per sesi.

      Saya sudah pernah sharing soal stimulasinya disini: https://andinaseptiarani.wordpress.com/2014/04/30/tips-melatih-anak-berbicara-dan-berkomunikasi/

      Sekarang Mbak Ainka udah di tanah air kah? Sudah coba dimasukkan ke playgroup, Mbak?

      Like

      1. Iya mbk udah di tanah air. Rencana dalam waktu dekat akan bawa radi k dsanya dulu. Soalnya kalau dari tabel tumkem tampak memang ketinggalan. 2thn3bln baru bisa 20an kata dan blm merangkai dua kata.Kalau aku tunjukkin flashcard dia udah banyak kenal nama benda (bhs reseptif) misalnya aku jejerin 10 kartu objek dan minta ambil selalu betul, tapi ga mau nyebutnya (bhs ekspresif).tadinya mau stimulasi sendiri aja di rumah ngikutin tips stimulasi mbk andiani di blog tp biar tenang mending dibawa k dsa dulu deh..Mksh mbk.

        Like

  4. Mbak, anaknya sekolah Play Group dimana? Saya domisili di Bandung Utara, mencari Play Group yang tidak terlalu mengikat, karena anak saya (3 tahun) menderita Speech Delay juga, sedang diterapi di Klinik Tanaya, Barangkali tahu dimana Play Group yang mau nerima anak yang Speech delay. Terimakasih

    Like

    1. Salam kenal Mbak Indri 🙂 Waktu itu karena terapi okupasi dan wicaranya cukup makan waktu (4x seminggu), untuk sekolah akhirnya saya cari yang dekat rumah saja, yang penting Alma cukup ‘terfasilitasi’ supaya bisa lebih luwes sosialisasinya (Alma memang overly attached dengan saya Ibunya karena kami merantau). Soal stimulasi, tetap lebih utama porsinya di klinik tumbuh kembang dan di rumah, sesuai anjuran dokter untuk kasus Alma.

      Soal stimulasi yang bisa dilakukan di rumah, saya udah sharing disini, cukup efektif asal kita konsisten 🙂

      https://andinaseptiarani.wordpress.com/2014/04/30/tips-melatih-anak-berbicara-dan-berkomunikasi/

      Klinik Tanaya kalau gak salah yg di Jalan Sulanjana bukan ya, Mbak? Bersebelahan dengan sekolah Smart Steps? Dulu saya pernah survei dan Alma sempat trial di Smart Steps dan Sequoia School (jalan Bengawan). Kalau gak salah, di dua sekolah tersebut, gak ada masalah anak kita speech delay atau engga, karena memang mereka gak memfasilitasi itu, ‘sekedar’ memfasilitasi anak belajar bersosialisasi. Atau bisa coba juga ke Gagas Ceria di jalan Malabar (daerah buah batu), setau saya disana menyediakan ‘pendamping khusus’ untuk anak jika dibutuhkan. Semoga bermanfaat 🙂

      Like

  5. Mbak salam kenal. Pengen nangis aku bacanya karna pas banget lagi ngerasa cape batin 😢. Anakku telat jalan n blm juga bisa bicara di umur 21 bln
    Sudah 2 bulan terapi bobath untuk jalan nya di klinik tumbuh kembangnya hermina.
    Mbak boleh minta kontaknya buat sharing ? Makasih banyak

    Like

  6. Mewakili apa yang sy alami sekarang anak sy umurnya 21 bulan msh sdikit prrbendaharaan katanya…cmn bisa ngitung 1,2,3 minta susu atau membeo klo ingin ssuatu. Agak setres krn lg hamil tua jg. Mbak bisa minta kontak yg bisa dihubungi. Mkasih

    Like

  7. Salam kenal mba… anal saya kurleb punya masalah yg hampir sama dengan alma. Kalo bole tau siapa dokter spa yg pegang alma di hermina? Trus bole minta contact nya ga mba? Sapa tau saya bole sharing. Thanks sblmnya ya mba…

    Like

    1. Salam kenal mba Tia.. Kalau boleh tau, anaknya umur berapa sekarang? Sudah pernah cek perkembangannya secara ‘kasar’? Bisa dicoba pake alat bantu yg ada disini:

      http://andinaseptiarani.com/2014/04/22/bagaimana-cara-mendeteksi-tumbuh-kembang-anak-balita/

      Kalau soal dokter, saya waktu itu bawa Alma (umur 2 tahun) ke RSIA Hermina Bandung, konsul dengan dokter subspesialis tumbuh kembang anak dr. Meita Damayanti Sp.A (K), hasil rekomendasi dari Dr. dr. Djatnika Setiabudi, Sp.A (K), MCTM, dokter anaknya Alma. Ada sekelumit cerita soal terapi di link tulisan di atas.

      Saya juga sudah share pengalaman terapi OT dan terapi wicaranya Alma di link ini:

      http://andinaseptiarani.com/2014/04/30/tips-melatih-anak-berbicara-dan-berkomunikasi/

      Semoga bermanfaat 🙂

      PS: Kalau tulisan2 di atas masih kurang membantu, boleh kontak saya di andinaseptiarani@gmail.com, tapi saya bukan dokter lho ya, paling cuma bisa sharing aja 😉

      Like

  8. Salam kenal mba andina, saya ada rencana mau skrining anak saya jg terkait terapi wicara. Kalau boleh tau skrining sama dr Meita diapain aja? Hehehe, thank u

    Like

    1. Salam kenal Mba Risa.. maaaaf banget baru di-reply komennya..kelewat nggak kebaca 😦

      Skrining tumbuh kembang anak sama dokter itu kesannya gimanaaaa mungkin ya.. kayak yg serem.. padahal enggak sama sekali ko.. Anak cuma diajak ngobrol (skrining pendengarannya, dilihat interaksi dan kemampuan komunikasi), dikasih instruksi (dilihat fokusnya, kognitifnya, dll), terus dikasih mainan dan diamati cara dia main (skrining motoriknya, dll). Gitu aja sih seingat saya, nggak ada yg ‘serius’ atau terkesan serem..hehe…

      Semoga belum telat yaa saya balesnya.. Semoga manfaat dan makasih udah mampir 🙂

      Like

  9. hai mba andina..sya rini..kebetulan anak sya berumur 2.5tahun dan punya problem yang sama dengan alma..sya share sedikit di email ya detailnya,,karena waktu baca artikel tentang alma sedikitnya menenangkan hati..terimakasih dan salam kenal 🙂

    Like

  10. Mbak abis baca kok sy jd ngerasa ketampar berkali2 ya..ceritanya 99% mirip, cuma hasil dr terlalu idealisnya saya ngasih makan ga terlalu ngaruh sama anak. Anak sy ttp pilih2 makan, klo liat sy makan dia lgsg eneg & dia cm mau makan klo liat youtube. Balik lg ke speach delay, umur anak sy skrg 22m, dl waktu umur 15m pernah konsul ke tumbang, Hasilnya memang speach delay & harus terapi bicara. Tp terapinya cm bertahan 1x krn waktu itu anak sy nangis kejer ditambah lg terapisnya yg ngomel2. Akhirnya sy putusin ga nerusin terapi tp ttp distimulasi terus dirumah. Skrg klp dikasi perintah dia udah ngerti, tp baru bs satu kata “ibu” aja. Klo dipanggil namanya masih cuek, jd saya kepikiran mau terapi lg tp ditempat yg beda. Baca tulisan diatas bikin sy penasaran buat coba terapi di hermin pasteur..sy jg udah coba mau masukin anak sy ke play grup skitar tmpt tinggal, tp blum ada sekolah yg nerima usia 22m…ujung2nya malah ditawarin masuk daycare.

    Like

    1. waaah… ternyata saya nggak sendiri ya, banyak ibu2 lain yg pernah merasakan hal yg sama, hehe.. Nggak apa Mbak Mely, intinya semua apapin yg kita lakukan kan tujuannya pasti pengen yg terbaik buat anak. Soal hasilnya seperti apa, pastinya tetap ada hikmah dan pelajaran yg bisa diambil 😉

      Alma juga dulu kalau makan harus selalu sambil streaming youtube, but this is definitely not good, mulai sekarang coba dikurangi, ajak makan bareng sama kita dan alihkan fokusnya ke makanan (pe-er bangettt memang butuh kesabaran ekstra) tapi mengurangi tontonan satu arah seperti ini jelas bakal ngebantu banget proses stimulasi bicara anak.

      Alma dulu terapi di Hermina pasteur pun pertama kali ketemu dokter dan terapis nangis kejer sambil meluk saya kenceeeng bangett, hehe. Tapi alhamdulillahnya terapisnya berpengalaman dan super sabar, tau gimana caranya approach anak. Memang waktu awal terapi saya harus selalu ikut ada di dalam ruangan, tapi seiring waktu berjalan alhamdulillah bisa dilepas dan dampak terapinya signifikan. Play group itu lebih ke melatih anak sosialisasi aja sih Mbak, nanti bisa dicoba setelah umurnya cukup. Buat sekarang sih, stimulasi yg penting. Saya sudah share juga rangkuman pengalaman saya dari hasil terapi wicara Alma:

      https://andinaseptiarani.com/2014/04/30/tips-melatih-anak-berbicara-dan-berkomunikasi/

      semoga bermanfaat 🙂

      Like

      1. Wah ternyata reply dr mbak kelewat, sya baru baca skrg. Alhamdulillah skrg anak saya udah mulai terapi bicara diklinik dr. Purboyo, udah jalan 2 bln. Hasil konsul ke dokter anak sy masuk ke kategori gangguan bahasa ekspresif. Skrg lg gencar latihan ah ih uh sama penataan perilaku. Mudah2an lancar ya mbak…doain spy anak sy cepet busa ngomong. 🙂

        Like

  11. Assalamu’alaykum. Sharing yg bermanfaat Mbak, kebetulan saya mengkhawatirkan perkembangan bicara anak saya 22 m, walau tak separah Alma. Saya ubek2 blognya ya. Terima kasih

    Like

  12. assalamualaikum salam kenal mbak. tulisannya membuat saya terdorong nulis juga tentang pengamalan saya dan anak saya yang kena speech delay juga. Emang pengalaman saya juga hampir sama dengan mbak, saya dan anak terlalu ‘anteng’ sama urusan masing-masing. Sebenernya anak saya gak terlalu anteng juga sih, dia malah suka cari perhatian saya supaya nemenin dia main. tapi saya hampir selalu mendahulukan kerjaan rumah tangga lainnya kayak nyuci, masak, beberes, dll.
    jadi bener-bener ngerasa bersalah karena dalem hati saya yakin kok, anak saya itu pinter. tapi kepinterannya gak muncul karena pola asuhan saya yang tadi itu (anteng sendiri).
    Btw, ujung-ujungnya yah terapi wicara juga, kalau saya di limijati. dan tarifnya udah dua kali lipat aja dari tarif yang mbak alma sebutin. hiiiiiksss
    Terimakasih sekali lagi sharingnya mbak Alma… sangat bermanfaat.

    Liked by 1 person

  13. Pagi teh..sy bca postingan teteh stlh ini tntg to tw jg..
    Dsni blum ad terapi kyk gt teh..
    Jd sy mau say thanks bgt ma poatingan teteh..wlu br mo.coba..tp nbaj ilmu bgt..ank sy 2 th..mls.ngomong..dl.udh bs blg..papa..mama..ika..aya..bebe..kaka..mmo.?skrg malah ilang..
    Skrg plg.sering blg..maaa..naaa..
    Nne..dl nne itu mimik..skrg minum kyk nya..hehhe..kl d paksa blg mnum..blg nya num sih..sy curhat ya teh..postingan teteh yg ini bkn sy yg jd ibu mkn bs maafin diri n semangat buat nebus kelasalahan yg krg time buat temenin ank main..

    Like

  14. Sangat menginspirasi mba tulisannya, kebetulan saya pun seorang Ayah yang melihat kekhawatiran sama pada putranya. Saya dan istri pun mau mencoba mengikuti terapi agar tumbuh kembang anak bisa menjadi normal..

    Like

Leave a comment